Apa sih susahnya bilang terima kasih? Saya tidak mengerti apa yang ada di pikiran orang-orang (termasuk saya), mengapa mereka begitu enggan mengucapkan terima kasih. Saya menyadari dalam diri saya sendiri kalau mau mengucapkannya sendiri begitu berat. Hhmmmpphhhh....
Dimulai dari diri saya sendiri. Saya begitu berat mengucapkan rasa terima kasih untuk ALLAH SWT yang begitu sayangnya kepada saya sehingga saya bisa tetap hidup sampai saat ini. Kepada makhluk-Nya pun juga saya begitu.
Dari orang yang pernah saya sayangi, saya berat untuk mengucapkan terima kasih karena telah membawa perubahan dalam diri saya. Dengan blog ini saya mengucapkan termia kasih untuk NDA yang telah memberi saya perubahan yang berarti dalam 4,5 tahun ini. Menurut saya, kamulah yang jauh melebihi aku dalam segala hal, sehingga saya tak kan sanggup untuk terus menjalani cerita kita. Secara pikiran pun kita terus mengalami perbedaan jalan yang aku sendiri tak kan sanggup untuk terus bersabar menghadapi segala kemauan keras kamu. Terima kasih N, saya berjanji untuk terus membuktikan apa yang akan menjadi keinginan saya.
Kepada orangtua saya juga begitu, sepertinya saya sangat-sangat jarang mengucapkan rasa terima kasih. Saya berjanji untuk menjadi apa yang engkau inginkan dan tidak mengecewakan engkau. Banyak lagi orang-orang yang harusnya berhak mendapat rasa terima kasih dari saya, tapi saya enggan dan berat untuk mengucapkannya. Terima kasih untukmu kalian semua sahabat, teman, dosen, pakde dan bude, dan teman-teman yang telah mengenal Fery Hermawan. Secara khusus, saya berterima kasih untuk bude Nina dan bude Kokom yang telah memberikan nasihat-nasihat kepada saya, saya takkan melupakan nasihat-nasihat kalian dan akan menjadi orang yang berguna untuk semua. Keluarga Pak Medy dan Bu Hanny di Cilegon juga menjadi orang yang saya sangat sayangi, saya menganggap kalian adalah orangtua kedua saya.
Saya mau berbagi sedikit pengalaman saya, tentang kealpaan rasa terima kasih seseorang kepada lainnya. Ini saya ambil dari pengalaman yang terjadi di KRL Bogor-Jakarta yang terjadi pada hari Jum'at 4 September 2008 jam 4 sore. Saya naik dari Stasiun Universitas Indonesia menuju Stasiun Tebet. Kereta saat itu dalam keadaan lumayan penuh sesak dengan manusia-manusia. Dalam perjalanan banyak pengemis yang mondar-mandir dalam kereta tersebut. Begitu mereka mendapatkan rezeki dari penumpang lainnya mereka tak segan-segan mengucapkan terima kasih, bahkan ada yang saya lihat seorang ibu berumur sekitar 40 tahun-an berdoa untuk si pemberi rezeki. Masa' orang yang lebih baik dalam segala hal dari si pengemis tak mau atau segan mengucapkan terima kasih, malu...
Kejadian di tempat yang sama juga menjadi bahan perhatian saya. Sepasang kekasih entah kenapa yang menjadi sorotan mata saya. Hari ini saya benar-benar aneh karena yang saya perhatikan dan menjadi fokus saya malah akan menjadi bahan perhatian publik, contohnya kejadian hampir dicopetnya kalung seseorang di depan mata saya sendiri. Sepasang kekasih ini sepertinya memang tak tahu rasa terima kasih. Cewek ini selalu menjadi fokus saya, tidak tahu kenapa? Mungkin si cewek (dalam pandangan jahat saya) badannya sangat seksi walaupun masih pakai baju yang tertutup seluruh tubuhnya (tapi tetap saja ketat mbak). Muka si cewek tidak cantik-cantik amat, kalau menurut kata teman-teman saya mendingan karung-in mukanya (bercandaan yang aneh???). Begitu berada di daerah Poltangan (antara Stasiun Tanjung Barat dan Stasiun Pasar Minggu), kereta berjalan perlahan kemudian berhenti di daerah tersebut. Saya agak-agak khawatir kenapa dengan kereta ini? Apa karena kereta mogok? Atau kereta tidak mendapat arus listrik di daerah tersebut? Saya yang mulai sesak dan bosan dengan kereta yang panas ini mulai berpikir untuk pulang naik angkot saja. Begitu ingat dengan uang yang saya bawa, saya membatalkan niat tersebut karena uang saya 50 ribuan. Yah... sambil berpanas-panasan dalam kereta mendingan saya perhatikan saja tubuh si cewek ini (padahal lagi puasa, astaghfirULLAH). Seketika si cewek lemas dan hampir jatuh, untung si cewek ditopang oleh cowoknya yang lebih tinggi, dan ia mendapat tempat duduk karena seorang cewek mengikhlaskan tempat duduknya ditempati si cewek yang sudah lemas ini. Kenapa ya si cewek ini tiba-tiba hampir pingsan? Apa karena saya perhatikan? (Pede amat mas...) Dalam pikiran ilmiah saya karena ia tak tahan berdiri terus, kereta saja terasa panas dan ditambah lagi sedang puasa. Begitu si cewek duduk, tak ada satu kata pun terucap dari mulut sepasang kekasih ini. Minimal terima kasih deh untuk si pemberi tempat duduk. Hmppf...
Hilang budaya terima kasih ini memang sedang menjalar dimana-mana, kalangan tertinggi sampai kalah sama kalangan bawah untuk tidak malu mengucapkan terima kasih. Mari kita ciptakan budaya rasa terima kasih demi kebangkitan bangsa Indonesia kita yang tercinta ini. Setuju kawan-kawan???
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar